Citanggulun, Jawa Barat – CentralBeritaNews1.com
Perayaan Idul Adha 1446 Hijriah kembali menggema di seluruh penjuru negeri. Pada tanggal 6Juni 2025 umat Islam dari berbagai latar belakang kembali mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai bentuk pengagungan terhadap kebesaran Allah SWT. Namun, di balik euforia tahunan ini, terdapat makna spiritual dan kemanusiaan yang sangat dalam—yang relevan tak hanya bagi umat Islam, tetapi juga menginspirasi nilai-nilai universal bagi seluruh umat manusia, Sabtu(7/6/2025)
Idul Adha bukan sekadar seremoni tahunan atau ritual keagamaan, namun merupakan manifestasi nyata dari dua ajaran utama Islam: ibadah haji dan pengorbanan (kurban). Dua amalan ini berpangkal pada satu nilai fundamental: ketaatan total kepada perintah Ilahi dan keikhlasan dalam berkorban. Dalam sejarahnya, kita mengenang pengorbanan luar biasa Nabi Ibrahim AS yang bersedia menyembelih putranya, Ismail AS, sebagai bentuk ketaatan absolut kepada perintah Allah. Sebuah tindakan yang kemudian dibalas Allah SWT dengan kasih sayang: menggantikan Ismail dengan seekor hewan sembelihan.
Spirit inilah yang terus digaungkan umat Islam setiap Idul Adha. Kurban bukan hanya perihal daging yang dibagikan, tetapi tentang ketulusan hati yang menyerahkan segalanya kepada Sang Pencipta. Dalam Al-Qur’an ditegaskan: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kalian-lah yang dapat mencapainya." (QS. Al-Hajj: 37)
Di tengah era yang diwarnai tantangan global dan ketimpangan sosial, misi kemanusiaan dari Idul Adha menjadi sangat relevan. Ketika ratusan ribu hewan kurban disembelih setiap tahunnya, sesungguhnya ada pesan kuat yang sedang dikirimkan: menumbuhkan solidaritas sosial, memperkuat empati kepada yang membutuhkan, serta mempererat ikatan kemanusiaan yang melampaui sekat-sekat identitas.
Perayaan Idul Adha tahun ini pun tak lepas dari dinamika dan perubahan zaman. Meski beberapa wilayah masih menghadapi tantangan pascapandemi dan gejolak sosial, semangat untuk tetap berbagi dan menebar kebaikan terus mengalir. Bahkan dalam keterbatasan, ucapan selamat Idul Adha yang dikirimkan melalui media sosial, pesan daring, hingga platform digital lainnya menjadi simbol bahwa kebersamaan dan silaturahmi tak harus dibatasi oleh jarak.
Warga Citanggulun, Jawa Barat, misalnya, menyambut Idul Adha 1446 H dengan khidmat. Gema takbir menggema dari masjid-masjid kampung hingga ke lereng perbukitan. Warga gotong-royong mempersiapkan hewan kurban, memastikan bahwa setiap proses penyembelihan dilakukan sesuai syariat dan juga dengan penuh tanggung jawab sosial.
"Bukan soal besar atau kecilnya hewan yang dikurbankan, tapi keikhlasan dan semangat berbagi yang menjadi kunci utamanya," ujar Ustaz Ahmad Fauzi, tokoh agama setempat.
Dari momentum Idul Adha ini, muncul harapan agar umat Islam tak hanya memaknai perayaan ini secara ritual, tetapi juga menjadikannya tonggak untuk introspeksi diri. Tentang sejauh mana kita mampu menundukkan ego, melepaskan keterikatan duniawi, dan menyerahkan segala urusan kepada kehendak Allah SWT. Seperti Nabi Ibrahim yang memilih taat, dan Nabi Ismail yang ikhlas menerima takdir, Idul Adha adalah ajakan sunyi untuk kembali jujur terhadap Tuhan dan sesama manusia.
Ucapan-ucapan Idul Adha pun mengalir dari berbagai penjuru, menyiratkan doa dan harapan yang sama:
"Semoga kita diberi kemudahan untuk tetap istiqamah dalam beribadah dan berbuat baik bagi sesama. Selamat Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah. Allahu Akbar, walillahil hamd."
Akhirnya, Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi tentang menyembelih ego, nafsu, dan keakuan yang selama ini membatasi kita dari makna hidup yang sejati. Di tengah gegap gempita dunia, semoga gema takbir Idul Adha senantiasa membimbing kita menuju ketundukan, kemanusiaan, dan keikhlasan yang abadi.
Menebar Makna, Menjaga Amanah Informasi
(Alk)