Kendari, Centralberitanews1.com —
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara akhirnya sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menindaklanjuti berbagai persoalan serius di sektor pertambangan yang dinilai telah menimbulkan keresahan publik. Kesepakatan itu lahir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPRD Sultra pada Selasa, 7 Oktober 2025, di Aula Gedung B DPRD Sultra.
Rapat yang dipimpin langsung oleh unsur pimpinan Komisi II itu turut dihadiri sejumlah pihak terkait, antara lain Inspektur Tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXII, BPDAS Konaweha, Kejaksaan Tinggi Sultra, serta perwakilan dari Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sultra. Tak ketinggalan, hadir pula perwakilan perusahaan tambang seperti PT Arga Morini Indah (AMI), PT Sumber Bumi Putera (SBP), PT Daka Group, PT Indonusa Arta Mulya (IAM), dan PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ).
Rapat berlangsung dinamis dan penuh ketegangan. Berbagai fakta mencuat ke permukaan, terutama mengenai dugaan aktivitas pertambangan di luar izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Beberapa perusahaan bahkan mengakui secara terbuka telah melakukan kegiatan penambangan yang melampaui batas izin, bahkan mencapai puluhan hektare.
Dari hasil paparan dan konfirmasi, diketahui PT SBP dan PT Daka Group menjadi dua perusahaan yang secara jelas disebut telah melakukan aktivitas di luar PPKH. Sementara itu, PT AMI disebut sempat melakukan kegiatan serupa pada masa manajemen sebelumnya. Adapun PT IAM disorot karena diduga tidak memiliki Terminal Khusus (Tersus) yang sah dan justru menggunakan jeti ilegal untuk aktivitas pengiriman ore nikel.
DPRD Sultra Tegas: Pansus Harus Turun ke Lapangan
Anggota Komisi II DPRD Sultra dalam forum tersebut menegaskan, persoalan tambang di luar izin PPKH bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, melainkan indikasi kuat adanya kerusakan lingkungan, pelanggaran hukum, dan potensi kerugian negara.
Oleh karena itu, disepakati bahwa DPRD bersama lembaga teknis terkait akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna melakukan investigasi langsung ke lapangan. Pansus ini nantinya akan melakukan pengecekan di titik koordinat seluruh perusahaan tambang yang diduga bermasalah, dengan melibatkan Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI) selaku pihak pengaspirasi awal dari laporan masyarakat.
“Kami tidak ingin persoalan ini hanya berhenti di ruang rapat. DPRD akan menurunkan Pansus untuk mengecek langsung ke lapangan. Jika terbukti ada pelanggaran, harus ada tindakan hukum tegas,” tegas salah satu anggota Komisi II dalam forum tersebut.
Kejati dan ESDM Diminta Kawal Penegakan Hukum
Dalam RDP tersebut, muncul pula desakan agar Kejaksaan Tinggi Sultra dan Inspektur Tambang ESDM ikut mengawal proses hukum terhadap perusahaan yang terbukti menambang tanpa izin atau di luar kawasan yang telah ditetapkan.
Beberapa peserta rapat menilai, lemahnya pengawasan selama ini membuat banyak perusahaan beroperasi seolah tanpa batas, sementara dampaknya sangat terasa terhadap kerusakan hutan, sedimentasi sungai, dan konflik sosial di daerah sekitar tambang.
“Pelanggaran di sektor pertambangan tidak boleh lagi dibiarkan. DPRD bersama aparat penegak hukum harus bersinergi agar kegiatan eksploitasi sumber daya alam tetap dalam koridor hukum dan keberlanjutan lingkungan,” ujar perwakilan GPMI, yang turut hadir menyampaikan aspirasi mahasiswa.
Langkah Awal Menuju Transparansi Pertambangan di Sultra
Dengan terbentuknya Pansus, publik berharap ada langkah nyata dari DPRD Sultra untuk mengurai benang kusut tata kelola tambang di daerah ini. Sulawesi Tenggara yang dikenal kaya akan nikel dan sumber daya mineral lainnya kerap menjadi sorotan nasional akibat maraknya aktivitas tambang tanpa izin (ilegal) dan penyimpangan administratif perusahaan-perusahaan besar.
Pansus yang akan dibentuk diharapkan tidak hanya sekadar seremonial politik, tetapi benar-benar bekerja dengan data akurat, investigasi lapangan yang transparan, serta rekomendasi hukum yang kuat kepada aparat penegak hukum.
“Jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam pelanggaran, baik oleh perusahaan maupun oknum pejabat yang memberi peluang, maka semuanya harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” ujar salah satu legislator menutup rapat.
(alf)